MAQASHID SYARIAH (Teori
Maslahah )
PENDAHULUAN
Islam
adalah ajaran yang sumbernya dari Tuhan, shalih likulli zaman wa makan, karena
memang sifat dan tabiat ajaran Islam yang relevan dan realistis sepanjang
sejarah peradaban dunia, kebenaran Islam sebagai sebuah aturan universal yang
bisa dipakai kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja mulai
dibukanya lembaran awal kehidupan, sampai pada episode akhir dari perjalanan
panjang kehidupan ini.
Semua
hukum, baik yang berbentuk perintah maupun yang berbentuk larangan, yang
terkandung dalam teks-teks syariat bukanlah sesuatu yang hampa tak bermakna.
Akan tetapi semua itu mempunyai maksud dan tujuan, dimana Tuhan menyampaikan
perintah dan larangan tertentu atas maksud dan tujuan tersebut. Oleh para ulama
hal tersebut mereka istilahkan dengan Maqashid al-syariah.
Mungkin
bila kita berbicara tentang Maqashid Syariah, secara otomatis pikiran kita akan
tertuju kepada seorang al-Syatibi. Yang di anggap sebagai peletak dasar konsep
Maqashid Syariah. Namun sebenarnya banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama,
salahsatu yang di anggap sebagai orang pertama yang berbicara tentang
Maqashid ialah Abu Abdillah Muhammad bin ali yang popular dengan panggilan
al-Turmudzi al- Hakim,Meskipun demikian dalam makalah ini tidak begitu
mempersoalkan pada permasalahan tersebut dan lebih menitik beratkan pada
urgensi dari Maqashid syariah itu sendiri.
Demikian
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik dunia maupun akherat kelak dan dapat
di gunakan sebagaimana mestinya.
PEMBAHASAN
1.Pengertian Maqashid Syariah
.
Secara
bahasa maqashid al-syari`ah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan
al-syari`ah. Maqashid bentuk jamak dari maqshid yang berarti tujuan atau
kesengajaan . al-syari`ah diartikan sebagai :
المواضع تحددالي الماء “Jalan
menuju sumber air”
Sedangkan
syariah menurut terminology adalah jalan yang ditetapkan Tuhan yang membuat
manusia harus mengarahkan kehidupannya untuk mewujudkan kehendak Tuhan agar
hidupnya bahagia di dunia dan akhirat. Sedangkan menurut Manna al-Qathan yang
dimaksud dengan syariah adalah segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi
hamba-hambanya baik yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah.
Jadi, dari
defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid
al-syari`ah adalah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat
manusia.
Istilah
maqashid al-syari`ah dipopulerkan oleh Abu Ishak Asy-Syatibi yang tertuang
dalam karyanya Muwaffaqat sebagaimana dalam ungkapannya adalah :
هذه الشريعة وضعت لتحقيق
مقاصده الشارع قيام مصالح في الدين والدنيامعا
“Sesungguhnya syariat itu diturunkan untuk
merealisasikan maksud Allah dalam mewujudkan kemashlahatan diniyah dan
duniawiyah secara bersama-sama”.
2.Argumentasi atau Dasar
Hokum dari Maqashid al-Syari`ah
Di dalam al-Quran salah satu
ayat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu diturunkan mempunyai tujuan
kemaslahatan bagi manusia.
“ Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan
Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang yang
mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan dan dengan kitab itu pula Allah
mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan
seizinnya dan memimpin mereka ke jalan yang lurus. (Q.S. Al-Maidah : 15-16) .
Para ulama fikih dan ushul
fikih sepakat bahwa hukum diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun
akhirat. Namun para ulama kalam dalam menanggapi masalah menta`lilkan hukum
dengan maslahah – walaupun mereka mangakui bahwa hukum Islam mengandung
maslahat – mempunyai tiga pendapat :
A.Pendapat pertama :
Bahwa hukum syara` tidak
boleh dita`lilkan dengan maslahah. Jelasnya mungkin Allah mensyariatkan hukum
yang tidak mengandung maslahah. Demikianlah pendapat golongan Asy`ariah dan
Zahiriah, walaupun mereka mengakui segala hukum syara` disyariatkan untuk
kemaslahatan manusia itu.
B.Pendapat kedua :
Maslahah itu dapat dijadikan
illat sebagai hukum suatu tanda saja bagi hukum, bukan sebagai suatu penggerak
yang menggerakkan Allah menetapkan suatu hukum itu. Demikianlah pendapat
sebagian ulama Syafi`iyah dan Hambaliyah.
C.Pendapat ketiga :
Segala hukum Allah
dita`lilkan dengan masalah karena Allah telah berjanji sedemikian dan karena
Allah Tuhan yang senantiasa mencurahkan Rahmat atas hambanya, menolak daripada
mereka kesempitan dan kebinasaan. Pendapat ketiga ini adalah pendapat golongan
Mu`tazilah, Maturidiah, sebagian ulama Hambaliah dan semua ulama Malikiah.
Sesungguhnya perbedaan faham
ini hanyalah pada teori saja, tapi dalam praktek semua mereka sepakat
menetapkan bahwasanya segala hukum syara` adalah wadah kemaslahatan yang hakiki
dan tidak ada suatu hukum yang tidak mengandung kemaslahatan.
3.Pembagian Maqâshid
al-Syarî’ah
Maqâshid al-syarî’ah
memiliki kategori dan peringkat yang tidak sama. Al-Syâthibiy membagi maqâshid
ke dalam tiga kategori, yakni dlarûriyyah, hâjiyyah, dan tahsîniyyah.
Pengkategorian maqâshid
tersebut didasarkan pada seberapa besar peran dan fungsi suatu mashlahah bagi
kehidupan makhluk. Jika suatu bentuk mashlahah memiliki fungsi yang sangat
besar bagi makhluk, yang mana jika bentuk mashlahah tersebut tidak terpenuhi
maka kemaslahatan makhluk di dunia tidak dapat berjalan stabil (lam tajri
mashâlih al-dunyâ ’alâ istiqâmah) atau terjadi ketimpangan dan
ketidakadilan yang mengakibatkan ambruknya tatanan sosial (ikhtilâl al-nidhâm
fî al-ummah) dan kemaslahatan di akhirat –yakni keselamatan
dari siksa neraka– tidak tercapai, maka tujuan tersebut masuk dalam
kategori maqâshid dlarûriyyah.
Maqâshid dlarûriyyah meliputi
pemeliharaan terhadap agama (dîn), jiwa (nafs), akal (’aql),
keturunan (nasab), dan harta (mâl).
-Memelihara Agama (hifzh
al-din)
Memelihara agama, berdasarkan
kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat :
a)
Memelihara agama dalam tingkat dharuriyah yaitu memelihara dan melaksanakan
kewajiban keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan
shalat lima waktu. Kalau shalat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi
agama;
b)
Memelihara agama dalam peringkat hajiyah yaitu melaksanakan ketentuan agama,
dengan maksud menghidari kesulitan, seperti shalat jama dan qasar bagi orang
yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak
mengancam eksistensi agama, melainkan hanya kita mempersulit bagi orang yang melakukannya.
c)
Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyah yaitu mengikuti petunjuk agama guna
menjunjung martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada
Tuhan, misalnya membersihkan badan, pakaian dan tempat .
-Memelihara jiwa (hifzh
an-nafs)
Memihara jiwa berdasarkan
tingkat kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat
a)
Memelihara jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan pokok
berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
b)
Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat, seperti dibolehkannya berburu binatang
untuk menikmati makanan yang lezat dan halal, kalau ini diabaikan maka tidak
mengancam eksistensi kehidupan manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.
c)
Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkan tata cara makan dan
minum .
-Memelihara akal, (hifzh
al-`aql)
Memelihara akal dari segi
kepentingannya dibedakan menjadi 3 tingkat :
a)
Memelihara akaldalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum minuman
keras karena berakibat terancamnya eksistensi akal.
b)
Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti dianjurkan menuntut ilmu
pengetahuan.
c)
Memelihara akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari
menghayal dan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.
-Memelihara keturunan (hifzh
an-nasb)
Memelihara keturunan dari
segi tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi tiga
a)
Memelihara keturunan dalam tingkat dharuriyah seperti disyariatkan nikah dan
dilarang berzina.
b)
Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat, seperti ditetapkannya ketentuan
menyebutkan mahar pada waktu akad nikah.
c)
Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat seperti disyaratkannya khitbah
dan walimah dalam perkawinan.
-Memelihara harta. (hifzh
al-mal)
Memelihara harta dapat
dibedakan menjadi 3 tingkat :
a)
Memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara
pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak sah.
b)
Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli
tentang jual beli salam.
c)
Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan menghindarkan diri
dari pengecohan atau penipuan.
Kandungan Maqashid Syariah
4.Peranan Maqashid
al-Syari`ah Dalam Pengembangan Hukum saat ini
Pengetahuan tentang maqashid
al-syari`ah seperti yang ditegaskan Abdul Wahab al-Khallaf adalah berperan
sebagai alat Bantu untuk memahami redaksi al-qur`an dan sunnah, menyelesaikan
dalil- dalil yang bertentangan, dan yang sangat penting lagi adalah untuk
menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam al-qur`an dan
sunnah secara kajian kebahasaan .
Metode istinbat seperti
qiyas, istihsan, dan maslahah al-mursalah adalah metode-metode pengembangan
hukum Islam yang didasarkan atas maqashid al- syariah . qiyas misalnya baru
bisa dilaksanakan bila mana dapat ditemukan maqashid al-syari`ahnya yang
merupakan alasan logis dari suatu hukum. Sebagai contoh kasus diharamkannya
khamar dari hasil penelitian ulama ditemukan bahwa maqashid al-syari`ah
diharamkannya khamar adalah karena sifa memabukkannya yang merusak akal. Dengan
demikian yang menjadi alasan logis dari diharamkannya khamar adalah sifat
memabukkannya, sedangkan khamar itu sendiri adalah salah satu contoh dari yang
memabukkan.
Dari sini dapat dikembangkan
dengan metode qiyas bahwa setiap yang memabukkan adalah haram.
Penutup
Kajian tentang maqasid memang banyak mendapatkan perhatian yang serius.
Saat ini.Lebih jauh dari itu, maqasid syariat, memahaminya secara sempurna dan
mampu beristinbat dari pemahamnnya itu –sebagaimana di
sebutkan Syaitbi dalam muwafaqatnya adalah syarat mutlak untuk mencapai
tingkatan ijtihad.
Lalu apakah ini berarti bahwa maqasid syariat merupakan ilmu tersendiri seperti
yang dikampanyekan Ibn ‘Asyur atau masih bagian yang tak terpisahkan dari
ushul fiqh seperti yang diamini oleh kebanyakan ushuliyyun? Menurut Al-Raisani
selama disepakati perlunya mengembangkan dan memberikan perhatian yang tinggi
terhadap maqasid syariat, maka pertanyaan itu tidak begitu penting. Seperti
yang dikemukakan Abdullah Dirâz, ada dua unsur utama dalam pengambilan hukum;
ilmu lisan arab dan ilmu asrar maqasid syariat.
Demikian
makalah ini kami buat dengan kemampuan kami yang terbatas,saran dan kritik dari
semua sangat kami harapkan demi menutupi banyak kekurangan dari makalah
ini,terimakasih.
Daftar Pustaka.
Bakri,Asafri
Jaya.Dr.1996.Konsep Maqashid syariah Menurut Al-Syatibi,Raja grafindo Persada:
Jakarta.
Riswanto,Lc Arif
Muna.H.Terjemahan,Fiqh Maqashid Syaria’ah,Al-kautsar
pustaka.Jakarta:2006
Uman
Khairul.Drs-Aminudin Achyar.Drs.H.A.Ushul Fiqh II ,Pustaka setia. Bandung:1998
Khalaf.Abdul Wahab.Prof.Ilmu
Ushu
Senin, 19 Maret 2012
Ekonomi islam
Ekonomi islam adalah
usaha-usaha yang bertujuan mnciiptakan kesejahteraan manusia melalui alokasi
dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai dengan maqhasid, tanpa
mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan
makro ekonomi dan ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan
jalinan moral dari masyarakat.
Maqashid syariah adalah
tujuan dari ekonomi islam. Yaitu memiliki tujuan mewujudkan kemaslahantan
manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan,
dan kekayaan. Maqashid berbeda dengan ekonomi konvensional, yaitu dalam
maqashid sangaan bedampak signifikan pada keimanan yaitu dampak pada hakikat,
kuantitas dan kualitas kebutuhan material dan non-material manusia beserta
cara-cara pemuasannya.
Maqashid juga beerfungsi
sebagai filter-filter yang mengkontrol self-interest dalam batas social
interest. Filter ini menyerang pusat masalah dalam ekonomi konvensional yaitu
iklim yang tidak terbatas terhadap sumbeer daya (unlimited wants) dengan cara
mengubah perilaku manusia aga selaras dengan tujuan-tujuan yang normatif.
Imam Asy Syalibi membagi
maqashid ke dalam 3 bagian, yaitu :
Dhahuriat adalah landasan
kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat terletak pada pemeliharaan lima
unsur pokok kehidupan manusia. Pengabaian terhadap maqashid dhahuriat ini akan
menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hukuman di akhirat kelak. Dhahuriat
adalah dasar pokok bagi dhahuriat yang lain. Artinya kerusakan pada dhahuriat
menyebabkan kerusakan pada maqadish hajiat dan tahsiniat.
Hajiyat menghilangkan
kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur kehidupan menjadi
lebih baik.
Tahsiniat menyempurnakan lima
unsur pokok kehidupan Karakteristik Ekonomi Islam Sebutan ekonomi islam
melahirkan kesan beragam. Bagi sebagian kalangan kata islam memposisikan
ekonomi islam pada tempat yang sangat eksklusiv, sehingga menghilangkan nilai
kefitrahan sebagai tatanan bagi semua umat manusia ekonomi islam digambarkan
sebagai racikan antara ekonomi sosialis dan kapitalis, sehingga ciri yang
dimiliki ekonomi islam itu hilang.pada sebenarnya dkonomi islam adalah satu
sistem yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya skaligus.
Dengan fitrahnya ekonomi
islam merupakan suatu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi
seluruh umat. Sedangkan ciri khasnya adalah ekonomi islam mampu menjadi atau
menunjukan jati diri dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang
dimiliki. Ekonomi rabbani atau tauhid adalah ciri khas ekonomi islam, yaitu
memiliki aspek aturan atau sistem yang didasarkan pada keyakinan bahwa semua
faktor ekonomi termasuk pada diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah,
dan kepadaNya (kepada aturanNya) di kembalikan segala urusan ( intisari dari
Ali-Imran : 109 ).
Sebagai ekonomi yang
ber-Tuhan maka ekonomi islam meminjam istilah dari ismail Al-Furaqi mempunyai
sumber-sember nilai-nilai normatif imperatif, sebagai acuan yang mengikat.
Dengan mengakses kepada illah-illah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai
moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia secara harus direfleksikan moral yang
baik, secara horizontal maupun vertikal (kepada Allah).
Bagi paham naturalis, sumber
ekonomi adalah sumber daya alam yang terpenting. Namun berbeda dengan ekonomi
islam yang menjunjung sumberdaya manusia, yang paling ternilai sebagai
kuncinya. Al-Quran memposisikan manusia sebagai pusat sirkulasi manfaat ekonomi
dari berbagai sumber yang ada ( surat Ibrahim : 32-34 ). Sekaligus menjadi
khalifah dimuka bumi ini yang berkewajiban mengelola sumber daya alam. ( Hud :
61 ). Karekter ini merupakan derivasi dari karakter umat islam sebagai
"Ummatan Wasathan"(umat moderat).
Karakteristik Ekonomi Islam
a) Hubungan Milik dalam Islam
menurut Sadr memiliki dua konsep kepemilikan yakni kepemilikan pribadi dan
kolektif. Kepemilikan Kolektif dibagi lagi menjadi dua sub yakni kepemilikan
publik dan negara. Kpemilikan pribadi terbatas pada hak memetik hasil,
prioritas, dan hak menghentikan orang lain terhadap penggunaan kepemilikan.
Perbedaan kepemilikan publk dan negara terletak pada penggunaan. Sadr
menyandarkan hampir seluruh kepercayaannya pada kepemilkan negara karena itu ia
menempatkan otoritas lebih besar kepada otoritas negara.
b) Peranan Negara dalam
pengalokasian sumber daya dan kesejahteraan publik. Negara mempunyai kekuasaan
sehingga mempunyai tanggungjawab yang besar untuk menciptakan keadilan. Hal ini
dapat dilihat pada fungsi negara sebgai berikut: · distribusi sumberdaya alam
kepada individu yang didasarkan pada keinginan dan kepastian untuk bekerja. ·
pelaksanaan yang tepat sesuai dengan konstitusi yang sah pada penggunaan sumber
daya · memastikan keseimbangan sosial. Pada akhirnya kekuasaan yang dimiliki
negara dipercaya untuk meciptakan kedinamisan yang sesuai menurut situasi zaman
yang ada. Sadr memandang bahwa mujtahidun adalah sebuah negara. Maksudnya tiap
negara memiliki ahli hukum atau memiliki beberapa dewan penasehat.
c) larangan riba dan
pelaksanaan zakat menurut sadr terbatas pada uang modal. Dan zakat merupakan
tugas Negara untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan keseimbangan sosial.
adalah terciptanya keseimbangan sosial dengan tidak mengarah pada keseimbangan
standar hidup antara miskin dan kaya.
Karakteristik menurut Umar
Chapra :
Instrumen Zakat, zakat dalam
Islam merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang diperoleh dari seorang
muslim yang wajib disalurkan kepada mustahik.
Pajak dalam Islam tidak
dikenakan kepada muslim hanya dikenakan kepada non muslim dalam bentuk jizyah,
kharaj dan ushr. Yang dikenakan kepada seorang muslim hanya pajak
perdagangan
Bebas variable bunga
Orientasi pada maqashidu
syariah, yakni pengayaan pada keimanan, jiwa, akal, keturunan, dan
kekayaan.
Menyangkut sistem ekonomi
menurut Islam ada tiga prinsip dasar (Chapra dalam Imamudin Yuliadi. 2000)
yaitu Tawhid, Khilafah, dan ‘Adalah. Prinsip
Tawhid menjadi landasan utama bagi setiap umat Muslim dalam menjalankan
aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa
penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT. Prinsip
Tawhid ini pula yang mendasari pemikiran kehidupan Islam yaitu Khilafah
(Khalifah) dan ‘Adalah (keadilan).
Khilafah mempresentasikan
bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan
dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan
sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan
misi hidupnya. Ini berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki, manusia diminta
untuk menggunakan sumberdaya yang ada dalam rangka mengaktualisasikan
kepen-tingan dirinya dan masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka dalam rangka
mengabdi kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Prinsip ‘Adalah
(keadilan) menurut Chapra merupakan konsep yang tidak terpisahkan dengan Tawhid
dan Khilafah, karena prinsip ‘Adalah adalah
merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah).
Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa
semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk
merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan
(needfullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of
earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable
distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and
stability).
Keunggulan Ekonomi Syariah
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun
komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem
ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat
individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya
serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta
perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan.
Ekonomi dalam Islam harus
mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,
kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha. Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan
hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat
tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya
kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi
hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan
diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha.
Selain itu, ekonomi syariah
menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free
will)
4. Tanggungjawab
(responsibility)
Manusia sebagai wakil
(khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua
(kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah
kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat
mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti
"kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan
bahwa “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila”.
Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Sistem Ekonomi Islam Ekonomi islam diibaratkan sebagai bangunan yang
utuh, jadi memiliki tiang yang kokoh untuk menyang dan atap untuk berteduh. Ø
Tiang dari Ekonomi Islam Multiple ownership, islam mengakui jenis-jenis
kepemilikan yang berharga. Dalam kapitalis menghargai kepemilikan individu, sedang
dalam sosialis diakui kepemilikan bersama. Freedom to act, dalam ekonomi islam
setiam manusia memiliki kebebasan untuk bertindak. Bukan dilarang asal sesuai
dengan kerangka-kerangka ajaran Islam.
No comments:
Post a Comment