BID’AH
Oleh : Nanang Imam Safi’i
Prolog
Perbincangan dan permasalahan
mengenai seputar bid’ah sebenarnya sudah banyak di kupas oleh para ulama.
Diantara mereka ada yang membukukannya dalam kitab-kitab karangan mereka.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Al-bida’ wa an-nahyuy ‘anha, karya al
qurthubiy
2.
Al hawadiths wa al bida’, karya ath-thurutsi.
3.
Tables iblis karya ibnul jauzi
4.
Al – I’tishom karya
asytahibi
Dan masih banyak lagi
karangan para ulama ahlusunnah yang membahas seputar “bid’ah”,
syaikh abdussalam bali menyebutkan karangan mereka sampai berjumlah 54, dan
bisa jadi lebih banyak dari itu. Hal ini dikarenakan masalah bid’ah
ini adalah permasalahan urgent dan merupakan salah satu dari pokok penyebab
perpecahan ummat, sebagaimana syaikh asyathibi menyebutkan daam muqodimahnya
dalam kitab al I’tishom ketika membawakan surat Al An’am:103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Artinya : “Dan
berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah SWT, dan janganlah kalian berpecah
belah”
Syaikh mengatakan bahwa salah
satu dari pokok penyebab perpecah belahan ummat adalah bid’ah.”
Diriwayatkan dari abu ‘ashim
bahwa rasulullah bersabda :
اياكم و محدثين الامور فإن كل
محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة
Artinya : “Hindarkanlah
diri kalian dari berbagai perkara yang diada-adakan, sebab, semua yang
diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Maka, sejak saat itulah para
sahabat sangat berhati-hati terhadap perkara-perkara bid’ah[1].
Karena itulah perlu kiranya kita membahas seluk-beluk bid’ah,
tentang apa itu bid’ah bagaimana itu bid’ah,
dan lain sebagainya seputar bid’ah. Berikut adalah
ulasan ringkas dari pembahasan mengenai bid’ah.
DEVINISI BID’AH
a.
Secara bahasa
Bid'ah menurut bahasa,
diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh, syaikh al fazan
memberikan pengertian
الاختراع على غير مثال سابق
bahwa bid’ah
itu adalah mengadakan sesuatu yang belum ada sebelumnya.
Ini sebagaimana Allah SWT
berfirman.
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
Artinya : “Allah
SWT pencipta langit dan bumi" [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah SWT yang
mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah SWT.
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ
الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا
يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Artinya : Katakanlah : 'Aku
bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". [Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya adalah : Aku
bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah SWT Ta'ala
kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah
mendahuluiku.
Dan dikatakan juga :
"Fulan mengada-adakan bid'ah", maksudnya : memulai satu cara yang
belum ada sebelumnya.[2]
b.
SECARA ISTILAH
Secara umum, syaikh asyathibi
memberikan pengertian bid’ah sebagai berikut:
العمل الذي لا دليل عليه في
الشرع بدعة
Yakni : amalan yang tidak ada
dalilnya dalam syari’at yang diada-adakan.
Syaikh asyathibi memberikan
pengertian tentang bid'ah dengan dua macam;
1. يدخل العادات في معنى
البدعة
Bid'ah adalah penjelasan
sebuah metode/cara/ritual yang diciptakan (ditemukan) yang menyerupa i
syari'at, dengan maksud untuk menempuh cara berlebihan dalam beribadah kepada
Allah SWT subhanahu wata'ala. Makna ini adalah yang di ambil oleh para ulama
yang berpandangan bahwa adat istiadat itu tidak termasuk dari bid'ah
2. الشرعية
Bid'ah adalah cara baru dalam
agama yang menyamai syari'at, yang dimaksudkan untuk menapaki seperti apa yang
di maksudkan dalam syari'at (maksudnya sama dengan syari'at)
Dan itu adalah makna yang
diambil oleh ulama yang memasukan adat istiadat kepada bid'ah.
Syaikh menjelaskan secara
detail tentang makna bid’ah diatas satu persatu.
Maksud dari kata تضاهي
الشرعية (menyerupai syari’at) itu adalah أن تكون في الحقيقة كذلك yakni
menyamakan cara beribadah dengan yang selainnya yang bukan merupakan hakikat
sebenarnya. Adapun menyamakan amalan yang baru itu dengan amalan syari’ah
itu ada beberapa sisi, diantaranya adalah :
1.
Siapa saja yang melazimkan tata cara dan bentuk peribadatan secara mu’ayyan
(membatasi, menentukan, menetapkan), seperti menetapkaan dzikir berjamaa’h
dengan bersama-sama satu suara, merayakan hari ulang tahun nabi, dan yang
serupa dengannya.
2.
Siapa saja yang melazimkan peribadatan degnan menentukan waktunya, padahal
tidak ada penetapan dalam syari;at, seperti shoum pada hari nishfu sya’ban
dan shalat tahajjud pada malam harinya.
Beginilah bentuk dari kebid’ahan,
mereka mengada-ngadakan ibadah yang baru, hanya untuk agar mereka lebih dekat
dengan Allah SWT dengan cara mereka, dan tidak jarang dari mereka meyakini
bahwa cara ini labih ampuh dari sunnah (kaifiyat yang diajarkan rasul).
Karenanya kebanyakan mereka hanya tahu tentang amalan bid;ah saja, sedangkan
amalan sunnah banyak yang tidak mereka tahu.
Allah SWT berfirman :
Artinya : “Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah SWT-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang
yang mengambil pelindung selain Allah SWT (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah SWT dengan
sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah SWT akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah SWT tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”
MACAM-MACAM BID’AH
Syaikh fauzan berkata :
Secara umum, dilihat dari definisi bid’ah bahasa dan
istilah, bid’ah itu ada dua macam bid’ah
‘adaat seperti adanya komputer, alat alat canggih dsb,
dan bid’ah fiddin yakni yang berkaitan dengan urusan agama,
dan bid’ah macam kedua ini haram . hal ini sebagaimana dalam
sabda nabi :[3]
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس
منه فهو رد [4]
Macam-macam bid'ah itu
sendiri, para ulama telah banyak mengklasifikasikannya dengan berbagai macam
bentuk yang dilihat dari berbagai sisi. Karena bid'ah itu tidak dalam satu urutan
(tidak bisa langsung dikelompokan dengan satu bagan). Diantara macam bid'ah itu
adalah :
·
Bid'ah kufriyah al mukhrojjah minal millah
·
Bid'ah yang tidak sampai mengeluarkan dari millah, akan tetapi pelakunya dalam
khotr (bahaya)
·
Diantara macam bid'ah itu juga ada yang dinamakan bid'ah 'ilmiyyah, bid'ah
i'tiqodiyyah, bid'ah hakikiyah, dan bid'ah idhofiyyah.
Karenanya, ada banyak sekali
versi macam bid'ah, hal itu karena dilihat dari sisi yang berbeda.
Namun demikian, Syaikh Kholid
Bin Ahmad Azzahroni dalam kitab dakwah ahli bid'ah, mengklarifikasikan bid'ah
itu menjadi dua macam. Yakni :
ü bid'ah kubro dan
ü bid'ah sughro.
Hal ini juga sebagaimana
ditetapkan oleh syaikh asyathibi. Beliau berkata : telah ditetapkan didalam ushul
bahwasanya syari't itu ada lima macam, dan darinya dapat diringkas menjadi
tiga, yakni yang dimaksudkan perintah wajib, istihab, dan ibahah (mubah). Kalau
diringkas lagi dari ketiganya maka tinggal hukum yang makruh dan harom. Oleh
karena itu bid'ah dapat dibagi menjadi dua macam, yakni bid'ah yang haram, dan
bid’ah yang makruh.
Karenanya, berdasarkan bahaya
dan ancaman bid'ah itu sendiri, maka bid'ah dapat diurutkan sebagai berikut :
1. Bid'ah yang membuat
pelakunya itu kafir shorih, dan ini adalah bid'ah yang dilakukan oleh
orang-orang jahiliyah yang telah diperingatkan dalam alquran
فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ
بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا
Artinya : “Dan
mereka memperuntukkan bagi Allah SWT satu bagian dari tanaman dan ternak yang
telah diciptakan Allah SWT, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan
mereka: "Ini untuk Allah SWT dan ini untuk berhala-berhala kami".
Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai
kepada Allah SWT; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah SWT, Maka
sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka[5]. Amat buruklah ketetapan
mereka itu.” [Al-An’am:36]
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ
بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ]
Artinya : “Allah
SWT sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah[6], saaibah[7],
washiilah[8] dan haam[9]. akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan
terhadap Allah SWT, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.”
[Al-Maidah:103]
Dan sebagaimana juga
bid'ahnya orang-orang munafik, yang mana mereka menjadikan agama sebagai
penjagaan terhadap jiwa dan harta mereka. Dan lain sebagainya yang tidak
diragukan lagi dapat menghantarkan pelakuknya kepada kekufuran yang jelas.
2. Bid'ah yang dikatagorikan
sebagai kemaksiatan, yang bisa juga kemaksiatan tersebut menghantarkan kepda
kekufuran (tidak sampai kepada kekufuran, atau perbedaan, apakah ia itu kafir
atau tidak). Hal ini sebagaimana bid'ahnya orang-orang Khowarij, Qodariyyah,
Murji'ah, dan yang semisal dengannnya yang termasuk dari golongan yang sesat.
3. Bid'ah yang
menghantarkan kepada kemaksiatan bagi sipelakunya, dan tanpa dihukumi kafir.
Ini sepertiالتبتل hidup membujang meninggalkan kehidupan duniawi untuk
beribadah kepada Allah SWT. Mengggebiri diri sendiri untuk menghilangkan
syahwat jima'.
4. Bid'ah yang makruh,
seperti contoh membaca al quran dengan niat tertentu, berkumpul bersama pada
senja hari di hari arafah untuk melakukan doa secara bersama-sama.
Syubhat
Adapun beberapa orang
berpendapat bahwa bid’ah itu ada dua macam, bid’ah
hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Dan argument ini
yang banyak dipakai oleh para pelaku bid’ah. Benarkah
demikian ?
Syaikh fauzan menjalsakan
bahwasanya; من قَسَّمَ البدعة إلى بدعة حسنة وبدعة سيئة فهو مخطئ ومخالف “mereka/siapa
yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah
sayyi’ah itu adalah salah dan meyelisihi (faham ahlusunnah)”.
Sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat. Beliau menghukumi bahwa semua
bid'ah itu adalah sesat, akan tetapi mereka (ahlul bid'ah yang berhujjah dengan
klasifikasi bid'ah ini) mengatakan bahwa tidak semua bid'ah itu sesat, namun
ada bid'ah yang hasanah, baik. Al hafidz bin rojjan didalam syarh arba'in
megnatakan : "sabda nabi yang menjelaskan bahwa semua bid'ah itu adalah
sesat itu mencangkup semua kalam dan tidak dapat diistinbathkan dengan yang
lain, dan perkataan tersebut merupakan prinsip yang agung dalam pokok agama.
Dan yang demikian sama halnya dengan sabdanya : "barangsiapa yang
megnada-adakan dalam perkara agama ini maka tertolak". Maka barangsiapa
yang mengada-adakan sesuatu, kemudian menisbatkan bahwa itu adalah asalnya dari
urusan agama, padahal tidak ada dalam syari'at maka ia telah sesa. Dan agama
baro' (menjauh) adrinya. Baik itu adalah permasalahan dalam aqidah, perbuatan2,
perkataan yang jelas maupun yang lirih.[10]
SEBAB ADANYA BID’AH
Syaikh fauzan mengatakan
bahwa sebab-sebab terjadi nya bid’ah kurang lebih
ada lima macam, yakni :
[1]. الجهل بأحكام الدين
Bodoh Terhadap Hukum-Hukum Ad-Dien
Semakin panjang zaman dan
manusia berjalan menjauhi atsar-atsar risalah Islam : semakin sedikitlah ilmu
dan tersebarlah kebodohan, sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Rasulullah
ShallAllah SWTu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
من يعش منكم بعدي فسيرى
اختلافًا كثيرًا
“Artinya : Barangsiapa dari kamu sekalian yang masih
hidup setelahku, pasti akan melihat banyak perselisihan”.
[Hadits Riwayat Abdu Daud, At-Tirmidzi, beliau berkata hadits ini hasan
shahih].
Dan dalam sabdanya ShallAllah
SWTu ‘alaihi wa sallam juga :
إن الله لا يقبض العلم
انتزاعًا ينتزعه من العباد ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالمًا
اتخذ الناس رءوسًا جهالًا ، فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا
Artinya : “Sesungguhnya
Allah SWT Ta’ala tidak mengambil (mencabut) ilmu dengan mencabutnya
dari semua hamba-Nya akan tetapi mengambilnya dengan mewafatkan para ulama,
sehingga jika tidak ada (tersisa) seorang ulamapun, maka manusia mengangkat
pemimpin-pemimpin yang bodoh, mereka ditanya (permasalahan) lalu berfatwa tanpa
dibarengi ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”.
Tidak akan ada yang bisa
meluruskan bid’ah kecuali ilmu dan para ulama ; maka apabila ilmu dan
para ulama telah hilang terbukalah pintu untuk muncul dan tersebarnya bagi para
penganut dan yang melestarikannya.
[2]. اتباع الهوى Mengikuti
Hawa Nafsu
Barangsiapa yang berpaling
dari Al-Kitab dan As-Sunnah pasti dia mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana
firman Allah SWT :
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا
لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ
اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ
Artinya : “Maka
jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka
hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat
dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk
dari Allah SWT sedikitpun”. [Al-Qashshash : 50].
Dan Allah SWT Ta’ala
berfirman.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ
إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ
وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ
اللَّهِ
Artinya : “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan
Allah SWT membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah SWT telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesuadh Allah SWT (membiarkannya sesat)”.
[Al-Jatsiyah : 23].
Dan bid’ah
itu hanyalah merupakan bentuk nyata hawa nafsu yang diikuti.
[3]. التعصب
للآراء والرجال Ashabiyah Terhadap Pendapat Orang-Orang Tertentu.
Ashabiyah terhadap pendapat
orang-orang tertentu dapat memisahkan antara dari mengikuti dalil dan
mengatakan yang haq.
Allah SWT Ta’ala
berfirman.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ
اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ
آبَاءَنَا
“Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka : ‘Ikutilah
apa yang telah diturunkan Allah SWT’. Mereka menajwab : ‘(Tidak)
tetapi kami hanya mengikuti ap yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami’. ‘(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk”. [Al-Baqarah : 170].
Inilah keadaan orang-orang
ashabiyah pada saat ini dari sebagian pengikut-pengikut madzhab, aliran tasawuf
serta penyembah-penyembah kubur. Apabila mereka diajak untuk mengikuti Al-Kitab
dan As-Sunnah serta membuang jauh apa-apa yang menyelisihi keduanya (Al-Kitab
dan As-Sunnah) mereka berhujjah (berdalih) dengan madzhab-madzhab,
syaikh-syaikh, bapak-bapak dan nenek moyang mereka.
Yang seperti ini juga masuk
kedalam bab ghulu’ dimana karena begitu beratnya kepercayaan seseorang
terhadap tokoh tertentu, sampai ia mengacukan ulama-ulama yang mempunya
keilmuan yang sudah tidak dipertanyakan lagi seperti ibnul qoyyim, imam asyafi’i
dan lain sebagainya, yang kemudian dibanding-bandingkan dengan orang yang
mereka tokohkan. Wl iyyadzubillah.
Kami berikan contoh dari
sebuah komentar jidal yang terdapat dalam sebuah web:
Ente sudah terjangkit
virus wahabi……….salah satu ciri wahabi itu kayak ente………..masalah tahlil, manaqib, marhabanan,maulidurrosul. itu adalah ijtihad
ulama” mulai jaman walisongo, jamannya sunan giri,maulana
malik ibrahim. sunan ampel…yang semuanya adalah
dzuriyatur rosul. dan nasab mereka WANASABUHU KARIMAH……… PERLU ENTE KETAHUI. ENTE TIDAK SEPANDAI MEREKA………….. SUDAH BERAPA BANYAK DALIL YANG ENTE HAFAL………APAKAH ENTE HAFIDZ QURAN?……….. ILMU ENTE ITU
SEDIKIT…………TIDAK ADA SEUJUG KUKUNYA RADEN RAHMAD SUNAN AMPEL RA.
ingat jangan terlalu terpaku pada ijtihad imam syafii Ra. sebab banyak imam
lain yang setaraf kealimannya dengan imam syafii. yang alim tidak hanya imam
syafii. ingat! dalam lingkup ijtihat seseorang tidak punya hak menyalahkan
ijtihat yang lain…………. walisongo pencetus tahlil………. yang mengislamkan mayoritas nenek moyang bangsa indonesia. semoga
ente diberihidayah oleh Allah SWT……….jangan sekali
membidahkan para walisongo apalagi sampai mengtakan mereka musyrik…………………!!!!!!!!!!!!!!!!!![11]
Padahal Allah SWT dan
rasulnya telah memperingatkan akan bahaya dari ghulu itu sendiri;
" قل يا أهل الكتاب لا
تغلو في دينكم "
Artinya : “wahai
ahlul kitab, janganlah kalian ghulu’ (berlebih-lebihan)
dalam agama kalian”
Juga sebagaimana sabda
beliau:
وكقوله صلى الله عليه
وسلم : "إنما أهلك من كان قبلكم الغلو
Artinya : “sesungguhnya
orang yang akan binasa setelah kalian itu adalah mereka yang ghulu”
Na’udzubillah
min dzalik
[4]. Menyerupai Orang-Orang
Kafir
Hal ini merupakan penyebab
paling kuat yang dapat menjerumuskan kepada bid’ah,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi Waqid Al-Laitsy berkata.
خرجنا مع رسول الله صلى الله
عليه وسلم إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر ، وللمشركين سدرة يعكفون عندها ، وينوطون
بها أسلحتهم يقال لها ذات أنواط ، فمررنا بسدرة فقلنا : يا رسول الله ، اجعل لنا
ذات أنواط كما لهم ذات أنواط ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الله أكبر ،
إنها السنن قلتم - والذي نفسي بيده - كما قالت بنو إسرائيل لموسى : اجْعَلْ لَنَا
إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ لتركبن سنن من
كان قبلكم
Artinya : “Kami
pernah keluar bersama Rasulullah ShallAllah SWTu ‘alaihi
wa sallam menuju Hunain dan kami baru saja masuk Islam (pada waktu itu
orang-orang musyrik mempunyai sebuah pohon bidara) sebagai tempat
peristirahatan dan tempat menyimpan senjata-senjata mereka yang disebut dzatu
anwath. Kami melewati tempat tersebut, lalu kami berkata :”
Ya Rasulullah buatkanlah untuk kami dzatu anwath sebagaimana mereka memiliki
dzatu anwath, lalu Rasulullah ShallAllah SWTu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Allah SWTu Akbar ! Sungguh ini adalah kebiasaan buruk
mereka, dan demi yang jiwaku di tangannya, ucapan kalian itu sebagaimana ucapan
Bani Israil kepada Musa ‘Alaihi Sallam “Artinya : Hai Musa,
buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
ilah (berhala)”. [Al-A'raf : 138] Lalu Musa bersabda : “Sungguh
kamu sekalian mengikuti kebiasaan-kebiasaan sebelum kamu”.[12]
Di dalam hadits ini
disebutkan bahwa menyerupai orang-orang kafir itulah yang menyebabkan Bani
Israil dan sebagian para sahabat Nabi ShallAllah SWTu ‘alaihi
wa sallam menuntut sesuatu yang buruk, yakni agar mereka dibuatkan tuhan-tuhan
yang akan mereka sembah dan dimintai berkatnya selain Allah SWT Ta’ala.
Hal ini jugalah yang menjadi realita saat ini. Sungguh kebanyakan kaum muslimin
telah mengikuti orang-orang kafir dalam amalan-amalan bid’ah
dan syirik, seperti merayakan hari-hari kelahiran, mengkhususkan beberapa hari
atau beberapa minggu (pekan) untuk amalan-amalan tertentu, upacara keagamaan
dan peringatan-peringatan, melukis gambar-gambar dan patung-patung sebagai
pengingat, mengadakan perkumpulan hari suka dan duka, bid’ah
terhadap jenasah, membuat bangunan di atas kuburan dan lain sebagainya.[13]
QAIDAH DALAM MENENTUKAN BID’AH
Karena semakin menyebarnya
syubhat di kalangan manusia inilah, perlu kiranya kita mengetahui dhowabit
(batasan) bagaimana kemudian suatu amalan dianggap bid’ah.
dalam hal ini syaikh al albani telah menetapkan kaidah-kaidah bid’ah
yang telah ditetapkan kesesatannya oleh syar’i:
1.
Segala yang bertentangan dengan sunnah berupa ucapan, perbuatan, atau
keyakinan, walaupun berasal dari ijtihad.
2.
Segala perkara yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sedangkan rasulullah telah melarangnya.
3.
Segala perkara yang tidak mungkin disyariatkan kecuali dengan nash atau tauqif,
sedangkan tidak ada nas atasnya, maka ia adalah bid’ah,
kecuali amalan yang berasal dari sahabat.
4.
Apa yang dicap sebagai peribadatan dari kebiasaan-kebiasaan kaum kafir.
5.
Apa yang ditetapkan sebagian ulama tentang kesunnahannya, terutama ualama
mutaakhirin, padahal tidak ada dalilnya.
6.
Segala ibadah yang tata caranya tidak disebutkan kecuali dari hadits dha’if
atau maudhu’.
7.
Berlebih-lebihan dalam ibadah
8.
Segala ibadah yang dimutlakan oleh syar’I, tetapi manusia
membatasinya dengan beberapa batasan, seperti tempat, waktu, cara atau
bilangan.
Kaidah Ini berasal dari
pengalaman, penelitianm pikiran yang encer, dan hasil dari telaah yang
dalam.[14]
HUJJAH PELAKU BID’AH
Dalam banyak website yang
tersebar di internet, banyak sekali makalah dan artikel yang memuat tentang
argument-argument yang dikeluarkan oleh para pelaku bid’ah.
Karenannya perlu untuk dibahas tentang bagaimana mereka berhujjah dengan
argument yang ada.
Dan tidaklah mereka mempunya
hujjah kecuali perkataan umar bin khottob radhiyAllah SWTyu 'anhu, beliau
berkata dalam permasalahan shalat tarawih, نعمت البدعة هذه . Mereka juga
berkata bahwa sesungguhnya banyak sekali hal-hal baru (bid'ah) yang menyebar,
namun salaf mengingkarinya. Seperti adanya pengumpulan alquran dalam mushaf,
dan penulisan serta pengumpulan hadits.
Namun jawaban dari pernyataan
terbut adalah :
Perkara-perkara yang mereka
sampaikan merupakan perkara yang ada landasannya dalam syari'at, dan bukan
merupakan pengada-adaan. Dan mengenai perkataan umar, maka ia bermaksud
mengatakan bid'ah yang mempunyai makna secara bahasa bukan secara syar'i. Kaena
yang dimaksud dalam bid'ah syar'i itu adalah mengada-adakan dalam syari'at,
padahal tidak ada syaria'tnya. Adapun mengenai pembukuan alquran dalam mushaf
yang satu, maka yang demikian ada tuntutan dari rasul, kaerna nabi saw menyuruh
untuk menulis alquran, akan tetapi (pada masa rasul) penulisan itu tertulis
secara terpisah-pisah, maka kemudian sahabat membukukan alquran dalam satu
mushaf agar alquran adapat terjaga.
Adapun mengenai shalat
tarawih, maka yang demikian itu rasul pernah melakukannya bersama sahabat di
waktu malam. Maka kemudian rasul shalat sendiri karena khawatir kaum muslimin
menganggap shalat tarawih itu wajib secara berjama'ah. Namun demikian para
sahabat melanjutkannmya, mereka shalat secara berjama'ah dengan berpisah-pisah
ketika nabi masih hidup sampai pada wafatnya nabi. Sampai umar bin khattab
radhiyAllah SWTu 'anhu mengumpulkan jama'ah dalam satu imam sebagaimana mereka
shalat dibelakang nabi. Dan ini bukan termasuk dari bid'ah dalam agama.
(logisnya, bagaimana mungkin ini disebut dengan bid'ah sedangkan nabi pernah
melakukannya, adapun berlanjutnya shalat secara berjama'ah ketika masa umar,
maka itu adalah ijtihad sahabat, masak kita mau bilang sahabat itu mubtadi'?,
sedangkan rasul bilang bahwa seluruh sahabat adalah 'adil, apalagi umar adalah
salah satu khulafaarurrasyiddin)begitu juga dengan pembukuan hadits, yang
demikian itu adalah amaran dari rasul juga, rasul memerintahkan untuk menulis
sebagian hadits kepada para sahabat, ketika diminta darinya abu hurairah
menulis hadits pada masa nabi, namun demikian abu hurairah sangat berhati-hati
dalam menulis hadits nabi, karena takut akan tercampur dengan alquran. Maka
ketika nabi saw wafat, kewaspadaan ini hilang. Karena alquran telah sempurna
dan telah terkoreksi sebelum wafatnya rasul shalAllah SWTu 'alaihi wasalam,
maka kemudian kaum muslimin membukukan hadits setelahnya agar tidak hilang.
semoga Allah SWT membalas kepada islam dan kaum muslimin dengan balasan yang
baik sebagaimana mereka menjaga alquran dan hadits nabi shalAllah SWTu 'alaihi
wasalam dari kehilangan dan tercampur dengan sesuatu yang lain.[15]
8:51 AM 3/18/2012
WAllah SWTu A’lam
Bishowab
Referensi :
1.
Al-quran al karim
2.
Kutubutis’ah
3.
Syaikh As-Syathibi, Al I’tishom
4.
Syaikh Sholih Bin Fauzan Bin Fauzan Bin 'Abdillah Al Fauzan, Al Irsyad Ilaa
Shohihil I'tiqod Warrodi 'Ala Ahlisyirki Wal Ilhad
5.
Wahid abdusalm bali, 474 kesalahan umum dalam akidah dan ibadah beserta
koreksinya
6. Web
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=1436
No comments:
Post a Comment